PT RAI, Harapan Baru Industri Pesawat Terbang Nasional
Kabar gembira bagi industri pesawat terbang kita yang
 saat ini sedang lesu. Putra dari mantan presiden BJ Habibie, yakni 
Ilham Habibie bersama mantan Direktur Utama Bursa Efek Indonesia, Ery 
Firmansyah berencana untuk membuat pesawat dan menghidupkan kembali 
industri dirgantara kita. Akan tetapi, kali ini mereka tidak menggunakan
 PTDI melainkan di bawah bendera PT Ragio Aviasi Industri yang merupakan
 hasil penggabungan antara PT Ilthabi Rekatama (milik Ilham Habibie) 
dengan PT Eagle Cap (milik Ery Firmansyah).
Sempat beredar kabar bahwa pesawat yang dikembangkan 
oleh PT RAI adalah hasil pengembangan model N-250 yang pada tahun 1995 
pernah mengudara yang merupakan produk PTDI. Tetapi, kabar itu disanggah
 oleh Ery Firmansyah dengan mengatakan bahwa pesawat yang dibuat oleh PT
 RAI bukanlah model N-250. Pesawat yang akan dikembangakan oleh 
perusahaannya memiliki kapasitas penumpang yang lebih banyak yakni 
antara 70 hingga 90 kursi.
Saat ini, PT RAI masih dalam tahap studi awal untuk 
melaksanakan proyek yang menurut Ery dilandasi oleh semangat 
membangkitkan kembali industri dirgantara nasional 
tersebut. Studi awal tersebut mencakup beberapa aspek, di antaranya 
model pesawat dan studi kelayakan pasar. Dalam beberapa kutipan, Ery 
mengatakan bahwa dirinya bersedia untuk bergabung dalam proyek tersebut 
karena merasa bahwa Indonesia memiliki kapasitas yang lebih dari cukup 
untuk dapat membuat pesawat sendiri.
Ery juga menambahkan bahwa dalam jangka waktu 3 
hingga 5 tahun ke depan, persiapan produksi untuk pesawat tersebut akan 
selesai dilakukan, tetapi hasil dari studi awal yang saat ini masih 
berlangsung akan memegang peranan penting dan sangat menentukan 
keberlangsungan proyek tersebut. Dalam proyek tersebut, PTDI rencananya 
juga akan dilibatkan, terutama saat sudah memasuki tahap produksi.
Tentunya, kabar ini menjadi angin segar bagi industri
 dirgantara nasional yang saat ini terbilang mandeg. PTDI yang notabene 
menjadi ujung tombak industri dirgantara di Indonesia justru dilemahkan,
 terutama oleh IMF yang kala itu memerintahkan untuk menghentikan proyek
 pesawat N-250 sebagai salah satu syarat agar Indonesia mendapatkan dana
 kucuran untuk membenahi ekonomi yang mengalami krisis moneter.
=====================================by. MitraOne


0 komentar:
Posting Komentar